KASUS PELANGGARAN ETIKA KAP HANS
TUANAKOTTA DAN MUSTOFA (AUDITOR PT. KIMIA FARMA)
ETIKA PROFESI AKUNTANSI #
Disusun
oleh :
1. Adinda
Willia M 20210169
2. Annisa
Dwiutami 20210910
3. Dyah
Lupithasari 22210227
4. Fetty
Sulistiyandari 22210763
5. Kurnia
Diah Anggraeni 23210937
6. Nurlaelli
Anggraeni 25210179
Kelas :
4 EB 17
UNIVERSITAS
GUNADARMA
PTA
2013/2014
BEKASI
PEMBAHASAN
A.
Profil
Perusahaan
Kimia
Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan
oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini pada awalnya
adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan
nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada tahun
1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan
farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian
pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan
Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero).
Pada
tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah statusnya
menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma (Persero) Tbk, dalam penulisan
berikutnya disebut Perseroan. Bersamaan dengan perubahan tersebut, Perseroan
telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang
kedua bursa telah merger dan kini bernama Bursa Efek Indonesia). Berbekal
pengalaman selama puluhan tahun, Perseroan telah berkembang menjadi perusahaan
dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia. Perseroan kian
diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan bangsa, khususnya
pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.
B.
Kronologis
PT
Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di
Indonesia pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001,
manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan
laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Akan tetapi,
Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar
dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober
2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena
telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru,
keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah
sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan
itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated
penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated
persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi
berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan
sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan
penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam
daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur
produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada
tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah
digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit
distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian
berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas
penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak
disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan
penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT
Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi
kecurangan tersebut.
C.
Fakta
Berikut
hasil pengamatan pihak Bapepam selaku pengawas pasar modal mengungkapkan
tentang kasus PT.Kimia Farma, antara lain :
1.
Kasus ini bermula dari ditemukannya
hal-hal sebagai berikut :
a.
Dalam rangka restrukturisasi PT.Kimia
Farma Tbk, Ludovicus Sensi W selaku partner dari KAP Hans Tuanakotta dan
Mustofa yang diberikan tugas untuk mengaudit laporan keuangan PT.Kimia Farma
untuk masa lima bulan yang berakhir 31 Mei 2002, tidak menemukan dan melaporkan
adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barang dan jasa dan kesalahan
pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2001.
b.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan
dalam harian Kontan yang menyatakan bahwa kementrian BUMN memutuskan
penghentian proses divestasi saham milik pemerintah di PT.Kimia Farma setelah
melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan dalam laporan keuangan pada
semester I tahun 2002.
2.
Berdasarkan
hasil pemeriksaan Bapepam, diperoleh bukti sebagai berikut :
a.
Terdapat
kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF, adapun dampak kesalahan
tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang
berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari
penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk.
b.
Kesalahan
tersebut terdapat pada unit-unit sebagai berikut:
1)
Unit
Industri Bahan Baku
·
Kesalahan
berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 2,7 miliar.
2)
Unit
Logistik Sentral
·
Kesalahan
berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar Unit Pedagang
Besar Farmasi (PBF).
·
Kesalahan
berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar.
·
Kesalahan
berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
3)
Bahwa
kesalahan penyajian tersebut, dilakukan oleh Direksi periode 1998–Juni 2002
dengan cara:
·
Membuat
2 (dua) daftar harga persedian (master prices) yang berbeda masing-masing
diterbitkan pada tanggal 1 Februari 2002 dan 3 Februari 2002, dimana keduanya
merupakan master prices yang telah diotorisasi oleh pihak yang berwenang yaitu
Direktur Produksi PT KAEF. Master prices per 3 Februari 2002 merupakan
masterprices yang telah disesuaikan nilainya (penggelembungan) dan dijadikan
dasar sebagai penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT KAEF per 31
Desember 2001.
·
Melakukan
pencatatan ganda atas penjualan pada unit PBF dan unit Bahan Baku. Pencatatan
ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh Akuntan.
4)
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, tindakan yang dilakukan oleh PT KAEF terbukti
melanggar:
·
Peraturan
Bapepam Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan.
5)
Berdasarkan
pemeriksaan yang telah dilakukan, terbukti bahwa Akuntan yang melakukan audit
Laporan Keuangan per 31 Desember 2001 PT KAEF:
·
Telah
melakukan prosedur audit termasuk prosedur audit sampling yang telah diatur
dalam Standar Profesional Akuntan Publik, dan tidak diketemukan adanya unsur
kesengajaan membantu manajemen PT KAEF dalam penggelembungan keuntungan
tersebut. Namun demikian proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya
penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT KAEF.
3.
Sehubungan
dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8
tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun
1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT.Kimia Farma (Persero)
Tbk. Dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);
4.
Sesuai
Pasal 5 huruf Undang-undang Nomor 8
tahun 1995 tentang Pasar Modal maka:
a.
Direksi
Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar
sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara,
karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31
Desember 2001;
b.
Sdr.
Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT
Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,-
(seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas resiko audit
yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh
PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit
sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan
adanya unsur kesengajaan.
Terjadinya penyalah
sajian laporan keuangan yang merupakan indikasi dari tindakan tidak sehat yang
dilakukan oleh manajemen PT. Kimia Farma, yang ternyata tidak dapat terdeteksi
oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan pada periode tersebut.
D.
Analisis
Berdasarkan kronologis yang telah kami
baca, seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka
adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam
pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di
temukan adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan
publik harus sudah melaporkannya ke Bapepam dan apabila temuannya tersebut
tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena ada
ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan
temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal.
Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk.
dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan
auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar
profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut
bersalah dalam manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor independen
akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui
laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif atau
tidak.
Berkaitan dengan sikap Skeptisme
Profesional seorang auditor, sehingga jika akuntan publik tersebut tidak
menerapkan sikap skeptisme profesional dengan seharusnya hingga berakibat
memungkinkannya tidak terdeteksinya salah saji dalam laporan keuangan yang
material yang pada akhirnya merugikan para investor.
Seorang auditor seharusnya professional, jujur dan lebih teliti dengan bidangnya untuk menghindari kesalahan laporan keuangan yang diauditnya karena Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan baik disengaja ataupun tidak disengaja.
Seorang auditor seharusnya professional, jujur dan lebih teliti dengan bidangnya untuk menghindari kesalahan laporan keuangan yang diauditnya karena Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan baik disengaja ataupun tidak disengaja.
Dampak Terhadap Profesi Akuntan
Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak
terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan
informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi
yang fair. Akuntan sudah melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi
pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan dampak yang luas terhadap
aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah campur tangan untuk membuat
aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya
praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik.
E.
Kesimpulan
Pelanggaran
yang telah dilakukan oleh KAP Hans Tuanakotta and
Mustofa (Deloitte Touche Tohmatsu's affiliate) adalah
melanggar prinsip dasar etika profesi akuntan, terutama integritas,
objektivitas, dan perilaku profesional. Akuntan
publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan
keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta
& Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu
apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak. Juga Sdr. Ludovicus Sensi W
sebagai rekan kerjanya. Untuk kasus
PT. Kimia Farma, Direksi lama dan pihak manajemen yang melakukan pelanggaran.
Risiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata pemerintah
ataupun publik, dan pada akhirnya HTM harus menghadapi konsekuensi risiko
seperti hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan HTM,
penurunan pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk adalah kemungkinan
ditutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut.
Diluar risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada
kemungkinan dilakukannya kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma dalam
manipulasi laporan keuangan. Walaupun secara fakta KAP HTM terbukti tidak
terlibat dalam kasus manipulasi tersebut, namun hal ini bisa saja terjadi.
Tindakan pemerintah dilakukan dimulai dari Bapepam (Badan
Pengawas Pasar Modal) yang melakukan pemeriksaan laporan keuangan dan menemukan
kesalahan yang terjadi. Lalu ditindaklanjuti oleh BP2AP (Badan
Peradilan Profesi Akuntan Publik) yaitu lembaga non pemerintah yang
dibentuk oleh Ikatan Akuntan Indonesa (IAI) dan pemberian
sanksi administratif berupa denda, peringatan tertulis, pembekuan izin usaha,
atau pencabutan izin usaha. Tindakan
yang dilakukan oleh HTM melanggar UU nomor 5 tahun 2011 tentang akuntan publik
(Pasal 55 dan Pasal 56).
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar